Operasi Berantas Jaya yang berlangsung selama 14 hari, dan berakhir pada 23 Mei 2025, tidak hanya berhasil menangkap ribuan pelaku premanisme. Lebih dari itu, aparat kepolisian, bekerja sama dengan berbagai instansi terkait, juga melakukan penertiban terhadap atribut-atribut organisasi kemasyarakatan (ormas) yang dinilai meresahkan.
Kombes Pol I Ketut Gede Wijatmika, selaku Kepala Biro Operasi (Karoops) Polda Metro Jaya, menjelaskan bahwa penertiban atribut ormas ini dilakukan karena keberadaannya mengganggu ketertiban umum dan estetika ruang publik.
"Sebagai hasilnya, kami berhasil menertibkan sebanyak 1.801 atribut ormas, yang meliputi spanduk dan bendera yang terpasang di ruang publik," ungkap Kombes Ketut dalam konferensi pers yang diadakan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, pada Senin (26/5/2025).
Dari keseluruhan penertiban, wilayah Jakarta Pusat menjadi fokus utama dengan penindakan terhadap 477 atribut ormas. Selain itu, petugas gabungan juga berhasil mengamankan ratusan posko ormas ilegal yang beroperasi tanpa izin yang jelas.
"Kemudian, sebanyak 130 pos ormas ilegal yang tidak memenuhi persyaratan dan melanggar aturan yang berlaku telah kami bongkar," tambahnya, menekankan pentingnya penegakan hukum yang tegas.
Selama operasi berlangsung, Polda Metro Jaya beserta jajaran kepolisian resor (polres) juga berhasil mengamankan sejumlah barang bukti yang signifikan. Barang bukti tersebut meliputi 93 bilah senjata tajam yang berpotensi membahayakan, 89 unit sepeda motor yang diduga terlibat dalam aktivitas ilegal, 4 unit mobil, 147 unit telepon genggam, 1 unit laptop yang mungkin digunakan untuk koordinasi, 2 buah karcis yang digunakan oleh kelompok tertentu dalam praktik pungutan liar (pungli), serta 20 kartu tanda anggota ormas, berikut 6 buah jaket seragam ormas, 9 buah sertifikat kaderisasi ormas, 1 buah rekening bank, dan uang tunai sebesar Rp 85.247.500.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, menambahkan bahwa operasi premanisme ini juga menyasar simbol-simbol ormas yang seringkali digunakan sebagai alat intimidasi dan menciptakan ketakutan di kalangan masyarakat.
"Spanduk, bendera, dan pos ormas yang terindikasi digunakan untuk mengintimidasi warga serta menjadi markas kegiatan ilegal seperti pemalakan dan pengaturan parkir liar telah kami tertibkan secara tegas," jelas Ade Ary, menegaskan komitmen Polri dalam memberantas segala bentuk premanisme.
Polda Metro Jaya menegaskan komitmennya untuk terus melanjutkan operasi serupa demi menjaga harkamtibmas (pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat). Penegakan hukum akan dilakukan secara kolaboratif, dengan mendukung penuh peran Satpol PP sebagai penegak peraturan daerah (perda) dan mengambil tindakan tegas apabila ditemukan pelanggaran hukum.
"Ini adalah perwujudan nyata kehadiran negara dalam upaya memberikan rasa aman dan nyaman kepada seluruh masyarakat," tegas Kombes Ade Ary, menutup pernyataannya.
Beliau menambahkan bahwa penindakan terhadap atribut ormas ini menjadi indikator penting keberhasilan operasi dalam mengurangi rasa takut dan keresahan di masyarakat yang selama ini diakibatkan oleh keberadaan simbol-simbol premanisme.
Satgas Operasi Berantas Jaya 2025 secara strategis menyasar wilayah-wilayah yang memiliki tingkat kerawanan tinggi, seperti Bekasi Kota, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur, berdasarkan data intelijen yang akurat dan pemetaan wilayah rawan yang komprehensif. Strategi ini dinilai sangat efektif karena bersifat preventif dan mampu menyasar target secara tepat.
Selain berfokus pada aspek keamanan, operasi ini juga bertujuan untuk menciptakan lingkungan kota yang lebih indah dan tertib, selaras dengan Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Dalam perda tersebut, pemasangan atribut tanpa izin yang sah dianggap dapat mengganggu estetika kota, menyebabkan kemacetan, dan bahkan berpotensi memicu konflik sosial di tengah masyarakat.